Pengikut

AKU BENCI BAPAKKU ( PART 2 )

- “ Jangan simpan amarah dalam hatimu sebab akan jadi sampah yang membusuk dan merampas kebahagiaanmu” -


Waktu terus berjalan seiring detik jarum jam yang terus berputar, aku Triyani yang benci pada bapak ku kini bertambah tua. “Denok “ yang dulu pernah ditendang bapak kandungnya saat masih balita, yang menggigil kedinginan saat subuh kubawa keluar rumah demi perjuangan bertahan hidup untuk bisa makan dengan menjadi buruh cuci . Bahkan seringkali Denok basah kuyup bila hujan mengguyur deras sampai bibirnya biru kini tumbuh menjadi seorang gadis.

Walau kulitnya hitam namun Denok tampak manis, matanya besar dan berkilat-kilat . Sikapnya sangat manis. Anakku, hanya engkau yang jadi penghiburanku. Bahkan bila aku bertahan hidup sampai setua ini hanya karena Denok, masih aku ingat saat itu aku hampir terjun ke sumur karena merasakan begitu sesak hidup penuh dengan amarah dan derita. Kalau saja waktu itu Denok tidak menangis maka aku sudah jadi almarhum akibat mati bunuh diri. Sampai detik ini slalu menyesal dan menyalahkan diriku sendiri kenapa nyaliku jadi ciut.

Denok kini bisa membantuku , pagi – pagi sekali selepas adzan subuh ia sudah bangun lalu memanaskan air untuk menyeduhkan segelas teh untuk simboknya ini. Kemudian ia akan berkemas – kemas lalu mandi dan segera berangkat menuju SMA Negeri di dekat kantor kecamatan. 15km setiap hari ditempuhnya berjalan kaki, namun kadang ada temannya berbaik hati mengantarnya pulang. Maafkan aku nduk, tidak bisa beri kenyamanan buatmu.

Suatu hari sepulang dari rumah bu Sastro juraganku, sebuah motor diparkir didepan rumahku. Dengan hati bertanya-tanya siapa gerangan sang tamu , kuurungkan kakiku untuk melangkah masuk rumah. Aku mendengar suara riang anakku sedang bicara dengan seorang anak muda yg umurnya lebih tua dibanding Denok. Kuamati sejenak, lalu aku bergegas masuk kedalam seolah-olah tidak ada orang didalam.

“ Mbok , kenalkan ini mas Sarman kakaknya Ranti temanku satu klas “ ,
sejenak aku berhenti lalu menatap anak muda itu yang buru-buru berdiri kemudian mengulurkan tangannya padaku.

Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu dalam dadaku yang berdesir lalu berubah menjadi perasaan takut, tangan pemuda itu yang sudah diulurkannyapun aku abaikan dan kuputuskan segera ke dapur. Duh Gusti Allah, tidak seharusnya aku berlaku seperti ini, tapi aku benar-benar takut kalau Denok akan diambil anak muda itu kemudian Denok alami hal yang sama denganku dulu.

“ Mbok, knapa simbok lakukan itu sama teman Denok ?” Tanya anakku padaku saat teman lelakinya sudah pulang, aku diam saja pura-pura tidak mendengarnya.

“ Bukankah mas Sarman santun dan nggak berlaku kurang ajar mbok?” katanya lagi. Kutarik napasku dalam-dalam sambil aku berdiri dan mengambil bawang merah untuk di kupas demi menghindari matanya yang bulat menatapku tajam.

“ Kami memang dekat mbok, mas Sarman itu baik & bertanggung jawab skarang dia kerja iadi mandor di toko kayu pak Ripto di ujung jalan sana.”
Tiba-tiba buliran airmataku jatuh, hatiku rasanya makin berdesir.Rasanya seperti ditusuk sembilu,…dalam diamku aku menjerit, oooohhh anakku, apa kamu jatuh cinta nduk ? terlintas bayangan kelam dimana tamparan bahkan tendangan bapakmu dulu masih terasa.

“ Knapa simbok menangis ? “ aku tepis tangan Denok sedikit kasar lalu kutinggalkan dia sendiri , sekilas kuliat mukanya sedih juga bingung dengan apa yg terjadi. Rasanya tak tega melihat buah hatiku sedih, namun kenapa aku tidak bisa menghalau perasaanku yang semakin kacau. Maafkan aku nduk, kalo sikapku menyakitimu .

Sekarang Sarman dan Denok dekat bahkan lelaki itu makin sering datang kerumah, bocah perawankupun semakin berbunga bunga. Sedangkan aku tiap hari semakin terhimpit ketakutan kalau kalau Denok akan jadian sama kakak Ranti teman sekolahnya itu.

“ Mbok…. “ sapa anak laki-laki itu suatu hari datang padaku, kutarik napas dalam – dalam kutunjukan kalau aku kurang suka.
“ Sebagai lelaki saya mau minta ijin simbok untuk melamar Denok jadi istri saya, mengingat 2 bulan lagi dia lulus”
bagai disengat listrik ribuan watt saat aku dengar dia berkata hal itu… Mataku mendelik ......

“ Siapa kamu ? berani mengacaukan semua harapan & rencanaku” kepalaku terasa berat tiba-tiba
“ Susah payah aku besarkan Denok, bahkan aku kerja keras supaya Denok bisa sekolah tinggi biar jadi orang yang terhormat ”.
Emosiku benar-benar tidak terkendali rasanya tubuhku limbung mendengar anak laki-laki itu berkata
“ Tapi mbok, kami saling mencintai dan Denok juga setuju kami mau segera menikah” kutatap anakku dengan marah.

Denok tampak menangis sambil mengangguk, darahku terasa mendidih aku merasa di khianati. Selama ini aku menaruh harapan yg besar pada anakku. Sekarang yang paling aku takutkan sungguh, terjadi seorang lelaki akan merampas anakku. Tanpa pikir panjang kutinggalkan anakku serta lelaki itu begitu saja. Aku lari keluar rumah dengan bertenjanf kaki nggak tahu mau kemana. Aku hanya dengar Denok memanggilku sambil menangis.

Aku terus berlari tak kupedulikan orang menatapku aneh, bahkan aspal jalan yang panas tak terasa. Hingga tiba-tiba tubuhku terbentur benda keras lalu badanku terpental…..darahpun berceceran dimana-mana, mengalir dan gelapppppp…………